Dalam waktu kurang dari 1 tahun, penonton film Indonesia disuguhi film-film yang diangkat dari novel karangan Dewi Lestari. Sebut saja Perahu Kertas — yang dibagi menjadi 2 bagian, Rectoverso, dan yang paling baru : Madre.
STORYLINE :
Kehidupan seorang pemuda bernama Tansen mendadak berubah dalam sehari setelah mendapat kabar tentang kematian sang kakek. Betapa tidak. Awalnya, dia adalah seorang yang menikmati hidup. Seorang peselancar, penerjang ombak, orang yang bebas. Namun tiba-tiba, Tansen mendapat warisan berupa toko roti bernama Tan De Bekker dan sebuah biang roti yang diberi nama Madre. Salah satu karyawan Tan De Bekker bernama Pak Hadi, mengenalkan Tansen dengan Madre. Awalnya, Tansen tidak peduli dengan Tan De Bekker, bahkan dia berencana menjual Tan De Bekker ke Meilan Tanoewidjaja. Namun, setelah melihat karyawan-karyawan Tan De Bekker yang setia bekerja disitu bahkan saat Tan De Bekker sudah bangkrut, dia mulai tersentuh. Tapu disisi lain, dia masih merindukan dirinya yang dulu. Tansen yang bebas. Bagaimana pergulatan batin Tansen? Saksikan film MADRE.
REVIEW :
Sebuah film dengan tema makanan mungkin masih bisa dihitung dengan jari, atau mungkin baru Madre yang memulainya. So, 1 poin plus dimiliki Madre untuk ini. Vino G Bastian tampil cukup baik sebagai Tansen. Tahun 2013 baru berjalan 4 bulan, dan Vino sudah tampil di 3 film dengan karakter yang berbeda. Sebagai pengidap AIDS di Mika, sebagai seorang ayah dan penjahit di Tampan Tailor — yang dirilis berbarengan dengan film Madre, dan sebagai anak muda yang bebas di Madre. Semakin mengukuhkan posisi Vino G Bastian sebagai aktor berbakat. Laura Basuki memerankan Meilan cukup baik. As usual, Laura tampil dengan wajah yang melankolisnya. Penonton dibuat adem dengan wajah Laura Basuki di film ini. Sukses membuat saya tersenyum di film ini adalah karakter yang diperankan oleh Didi Petet, Titi Qadarsih, dan pemeran-pemeran lain seangkatannya. Salut! Jujur ya, sampai film ini akhirnya tayang di bioskop, saya belum membaca novel Madre. Tapi, berkat itu, saya jadi tidak terlalu membayangkan terlalu tinggi terhadap filmnya. Bisa lebih netral lah dalam mereview. Tapi ya, novel dan film itu adalah karya yang berbeda, jadi harusnya, sudah membaca ataupun belum membaca novelnya, ya harus tetap netral. Aspek lain yang saya suka dari film ini adalah setting tempat yang digunakan. Jalan Braga di Bandung terlihat seperti daerah tua tapi modern. Keren. Watch this movie! 🙂
RATES : 3 of 5 stars.
P.S.
Thank you so much, Vino & Laura for the nice interview on Swaragama FM. 🙂