Kalau boleh jujur, olahraga sepakbola adalah olahraga yang paling saya tidak sukai. Tidak tau kenapa ya. Berbeda 180 derajat dengan adik saya yang gandrung sekali dengan olahraga tersebut, bahkan sempat ikut klub segala. Saya pun tidak tau siapa pemain andalan dari klub apa atau dari negara apa, terlalu banyak yang harus dihafal. Hahaha. Tapi untuk urusan film, bisa pengecualian lah ya. Film bertema sepak bola tetap saya tonton. Termasuk film Cahaya Dari Timur : Beta Maluku.
STORYLINE :
Sani adalah seorang pemuda yang tinggal di daerah konflik di Ambon sana. Ia tinggal bersama istri dan anak-anaknya. Beberapa tahun sebelum kerusuhan di Ambon sedemikian gilanya, Sani adalah seorang anggota tim sepak bola. Sayangnya ia melakukan kesalahan saat pertandingan yang akhirnya dia pun memutuskan untuk tidak lagi bermain sepak bola. Sampai akhirnya dia berkeluarga dan konflik di Ambon memanas. Setiap terjadi konflik, ternyata Sani mengamati kalau ada anak-anak yang senang menonton konflik tersebut. Sani pun akhirnya berpikir gimana caranya supaya anak-anak itu tidak lagi menonton konflik. Dia pun dapat ide yaitu dengan bermain bola. Hingga beberapa tahun berlalu, Sani tetap berlatih bermain bola dengan beberapa anak yang tinggal di daerah konflik, antara lain Salembe, Alvin, Jago, dll. Sani pun melatih anak-anak itu bersama dengan sahabatnya. Ternyata di balik proses latihan bersama itu muncul konflik. Baik itu antara Sani dan sahabatnya yang tidak sepaham, Sani dan istrinya yang mulai merasa dinomorduakan, termasuk masalah internal antara anak-anak tersebut. Hingga akhirnya, kelompok sepak bola yang dilatih Sani mewakili Maluku dalam liga sepakbola U-15. Bagaimana proses Sani menumbuhkan jiwa pemenang di pikiran anak-anak yang besar di daerah konflik? Apakah akan muncul kebanggaan dari anak-anak tersebut tentang diri mereka, timnya, dan juga Maluku? Temukan jawabannya di film Cahaya Dari Timur : Beta Maluku.
TRAILER :
[youtuber youtube=’http://www.youtube.com/watch?v=EXilZ-6q1j4′]
REVIEW :
Oh my God! This movie is soooooo GOOD! Walaupun buat saya durasi filmya cukup panjang, tapi ya itu worth it! Satu hal yang bikin saya terkesan dengan film ini adalah emosi yang muncul di sepanjang film ini ditampilkan dengan baik oleh para pemain di bawah arahan sutradara Angga Dwimas Sasongko. Mulai dari emosi kekesalan, emosi sedih, hingga emosi yang menimbulkan kebanggan yang bikin terharu juga sukses digambarkan dengan baik. Bahkan saat memunculkan emosi kesal dan marah, saya juga ikutan kesel. Termasuk dengan adegan-adegan mengharukan, terutama di 20 menit terakhir. Benar-benar GONG! Hahaha. Selanjutnya dari aksi pemainnya, Chicco Jerrico jelas mengalami perkembangan yang luar biasa. Kalau biasanya hanya menonton di sinetron, kali ini Chicco tampil baik di film. Mulai dari memanjangkan rambut, pakai kumis dan jenggot, aksen Ambonnya, Chicco memerankan Sani dengan cukup baik. Jajang C Noer juga tampil baik di film ini, terlihat dari aksen bicaranya. Para pemain muda di film ini juga tampil sangat baik. Sayangnya saya masih belum tau siapa memerankan siapa, jadi agak bingung menjelaskannya. Tapi semua tampil baik. Chemistry antara Chicco dan Shafira juga tampil baik. Dan, sebagai pendukung film, soundtrack film ini juga oke. Salah satu lagunya adalah Tinggikan yang dinyanyikan oleh Glenn Fredly. Jujur saat saya pertama dengar lagu ini, ya menurut saya lagu ini bagus aja. Karena seperti ada sesuatu yang hilang. Tapi setelah nonton film ini, saya baru merasa lagu ini benar-benar bagus! Pas denger lagu ini di film, rasanya kayak nemuin potongan puzzle yang hilang. Great job, bung Glenn! Oh Glenn juga bermain di film ini lho, termasuk juga menjadi orang di balik layar. Film ini juga cukup konsisten menggunakan bahasa Ambon untuk berkomunikasi antar pemain di sepanjang film ini. Tapi tenang saja, ada subtitle yang mengartikan dialog mereka. Pokoknya jangan sampai kelewatan nonton film ini di bioskop, karena film yang diangkat dari kisah nyata ini sayang banget kalau dilewatin. Oh! Dan saya menjagokan film ini untuk masuk bursa film terbaik dan bersaing dengan film-film lain di berbagai film festival di Indonesia tahun ini.
RATES : 4 0f 5 stars.
Komen soal adegan klimaksnya dongggg
Bung Glenn : takut spoiler, bung. Hehehe. 🙂