Kayaknya udah lama saya nggak nonton film horor Indonesia yang kalau dilihat dari production house-nya, pemainnya, dan trailernya terlihat mmmm… kurang menjanjikan –whoops! Terakhir itu nonton Malam Suro di Rumah Darmo. Kemudian film ini tayang, saya pun tergoda untuk nonton. Kamu tergoda untuk nonton? Saya ceritain dulu ya.
STORYLINE & REVIEW :
Cerita ini dibuka dengan adegan seorang pria bernama Jaka yang merapihkan rumah yang baru saja ditinggalinya. Jaka akan tinggal disitu bersama istri dan anaknya serta seorang baby sitter. Saat proses merapihkan rumah ini, dia langsung mendapat gangguan yaitu rokoknya mendadak hilang. Saat dicari, rokok itu tidak berhasil ditemukan. Saat sudah tidak dicari , rokok itu kembali. Gangguan berikutnya datang saat Jaka di perjalanan menuju rumahnya. Di jalan, Jaka berpapasan dengan sekelompok orang yang sedang menolong orang yang kesurupan. Saat Jaka ikut menyaksikan itu, Jaka melihat sesosok perempuan, tapi Jaka tidak terlalu peduli.
Di hari berikutnya, Jaka baru akan memulai bisnis catering bersama 2 rekannya : Bapak-Ibu Kardi dan Mr. Siapa-saya-lupa-namanya. Namun rupanya bisnis ini tidak berjalan mulus, karena bapak-ibu Kardi ternyata menipu. Mereka pun dijebloskan ke penjara. Saat bisnis cateringnya gagal, bisnisnya yang lain yaitu penyaluran tenaga kerja Indonesia juga gagal dikarenakan salah satu rekannya melarikan uang perusahaan. Jaka pun dituntut untuk mengembalikan uang dari orang-orang yang tadinya akan berangkat ke luar negeri. Suatu malam, bapak-ibu Kardi mendadak datang ke rumah keluarga Jaka. Mereka datang hanya untuk minta maaf, lalu kemudian pergi. Setelah 3 hari tidak ada kabar, Jaka mendatangi rumah bapak-ibu Kardi. Ternyata bapak-ibu Kardi meninggal dunia karena kecelakaan.
Kejadian mistis masih berlanjut. Sekarang menimpa asisten rumah tangga Jaka yang baru. Dia kesurupan. Jaka pun meminta pertolongan kepada tetangga dan ulama. Setelah ditelusuri ternyata Jaka tinggal di rumah bekas kuburan. Dan ternyata, ada hantu di rumah itu suka pada anak Jaka, seorang nenek tua. Selain itu ada juga hantu yang suka dengan Jaka. Dengan gangguan yang tidak kunjung berhenti, istri Jaka pun memutuskan untuk pergi dari rumah bersama anaknya. Istri Jaka rencananya akan menjadi TKW. Namun rupanya istrinya Jaka masih memutuskan untuk kembali lagi dengan Jaka. Akhirnya mereka pun memutuskan menjual rumah itu melalui surat kabar dan dengan jelasnya ditulis : “DIJUAL RUMAH BERHANTU”. Dan ada yang beli lho. Bahkan saat transaksi, Jaka dan istrinya bilang ke pembelinya kalau rumah ini berhantu. Di akhir film, Jaka kembali ke rumah yang sudah dijualnya itu. Kondisinya sudah tidak terawat, bahkan pembeli yang nekat itu dikabarkan sudah meninggal. Dan film pun selesai.
Ya seperti itulah filmnya. Ternyata ekspektasi saya agak ketinggian. Sebenarnya saat nonton trailernya sih sudah gak yakin sama film ini. Tapi pas liat durasi filmnya yang 110 menit, saya jadi meningkatkan ekspekstasi saya. Durasinya tergolong niat ya? Akhirnya pas nonton, saya merasa saya baru saja melewatkan 110 menit dengan sia-sia. Tapi ya udah lah ya. Ada beberapa kesalahan fatal dalam film ini. Saat adegan Jaka akan memulai usaha catering, papan nama usahanya adalah “… CATTERING” Sayangnya saya tidak pernah berhasil memotret kesalahan ini. Dan satu lagi yang cukup membuat saya geleng-geleng kepala gak habis pikir dengan film ini. Ada transisi adegan dari satu adegan ke adegan berikutnya. Transisinya menggunakan gambar bulan dan bintang, mungkin untuk menandakan bahwa settingnya malam hari. TAPI…. Yang bikin geleng-geleng adalah di pojok kiri bawah ada keterangan “……. .com” yang menandakan bahwa gambar transisi yang digunakan dalam film ini adalah gambar yang diambil dari internet dan ada watermark-nya!! Oh my God!
Tiap menonton film seperti ini, saya selalu berpikir, para kru dan pemain film ini bangga nggak ya bergabung dalam proyek ini? Ya ampun! Saya sih nggak bangga jadi penontonnya. Tapi mau gimana lagi, kalau saya nggak nonton film ini, bagaimana saya menuntaskan rasa penasaran saya. Harus nanya ke siapa? Hahaha. Tapi ya begitulah. Kadang perlu menyaksikan film seperti ini untuk tau mana yang bagus atau jelek. Padahal menurut saya, ide cerita ini potensial lho. Sayang sekali eksekusi film ini parah banget. Ceritanya jumping sana-sini, setting yang berubah-ubah, skenario yang nggak karuan. Haduh!
RATES : 0.5 of 5 stars.
Saya juga bingung, skor setengah ini untuk apa. Oh! Untuk usaha mereka meramaikan dunia film Indonesia. 😉
Awalnya saya tertarik nonton film ini karena promosinya yang diangkat dari kisah nyata yang sudah dinovelkan dan best seller. Secara saya suka kisah nyata, saya berharap akan menonton semacam film dokumenter tentang 4 tahun yang mencekam di rumah hantu. Tapi saya terpaksa menelan kekecewaan. Film ini bahkan tidak ada bedanya dengan sinetron horor di stasiun tivi saja, tidak ada faktor tontonan kelas bioskopnya.
Karena penasaran, saya akhirnya baca novelnya. Kisah ini sebenarnya menegangkan dan mengharukan. Kesimpulan saya, pembuat film ini gagal mengangkat itu dalam filmnya. Ketegangan tidak terbangun dari awal. Episode saat Jaka ditinggal istri dan hampir bunuh diri tidak ditampilkan menjadi sesuatu yang klimaks. Jeda waktu yang 4 tahun jadi terasa cuma sebulan dua bulan saja. Belum lagi penghayatan peran pemainnya yang sama sekali tidak kelihatan menanggung beban berat. Belum lagi tata artistiknya yang berlebihan, kengerian sosok hantu malah jadi sesuatu yang menggelikan.
Menurut ya, film ini gagal total ..